Sekian lama tidak posting, akhirnya dapat postingan bagus nih guys, lumayan, buat pencerahan pribadi. Agar ilmu ini tidak hilang, maka saya abadikan di blog saya ini guys, simak deh.

Simon Sinek seorang pakar manajemen modern hadir pada Microsoft Leader Summit. Wahana ini adalah pertemuan para pemimpin di organisasi Microsoft. Hampir 70% leader microsoft mempresentasikan ide untuk menyaingi Apple.

Di sisi lain, Simon juga hadir pada Apple Leadership Summit. 100% leader di Apple berfokus membahas teknologi yang memudahkan guru mengajar, simplifikasi pada cara berkomunikasi, hingga terobosan kemudahan untuk user. 

Kita sama-sama mengetahui nasib dari pertarungan kedua perusahaan raksasa teknologi ini. Microsoft yang selalu berfokus menyaingi fitur produk Apple ternyata tidak juga bisa melewati angka penjualan Apple.

Kisah diatas sangat mudah untuk dicerna. Microsoft berfokus pada Apple, sementara Apple berfokus pada BENEFIT yang mereka ingin cetak.

Maka pepatah ini rasanya pas : Winners focus on winning. Losers focus on winners.


Kompetisi didalam bisnis adalah hal yang wajar. Yang menjadi tidak wajar adalah ketika kita menjadikan kompetisi sebagai segalanya. Akhirnya fokus kita tertuju pada yang kompetitor lakukan. Fokus kita habis pada orang lain.

Di sebuah pojok pabrik penerbitan yang baru diperluas, seorang pengusaha yang juga guru mengajarkan kami secara seksama :

Dulu Saya fokusnya sama orang lain kang, orang lain buat apa, Saya ikutin. Kompetitor lagi gimana, Saya coba kejar. Akhirnya capek kang. Sejak itu Saya putuskan bangun arah sendiri ke manajemen Saya. Pokoknya Saya fokus sama tujuan dan cita-cita kami, gak begitu peduli sama kompetitor. Ya jadi sekarang ini, malah leading.”

Kisah diatas adalah kepingan fakta lapangan, bahwa ternyata distraksi atau pengecohan fokus itu nyata adanya. Dan para pemenang yang selalu berhasil memenangkan pertarungan adalah mereka yang berhasil menemukan jalan mereka sendiri.


Saya senang berguru pada mereka yang membuktikan hasil. Bukan karena mereka kaya, tetapi karena mereka berhasil membangun organisasi, membuktikan ketekunan dan berhasil diterima pasar. Itu gak mudah sama sekali.

“Temen fitness Saya bisnis kuliner Kang, ratusan M. Edan dia mah. Saya mah baru puluhan M. Hehehe.”

Sejenak setelah mendengar kalimat tersebut, Saya kira guru Saya ini pengen lompat ke kuliner, tetapi beliau langsung melanjutkan kalimatnya.

“Tapi arah Saya bukan itu, Saya sadar kang, gak kuat di proses bisnis yang kompleks kayak kuliner, Saya kuatnya dioptimasi distribusi produk, udah aja fokus disini, nanti juga nyampe bentar lagi ratusan M.”

Jadi jelas ya, para pemenang bukan mereka yang latah akan persaingan yang memang bukan kekuatannya. Para pemenang selalu punya fokus sendiri untuk memenangkan pertarungan panjang. 


Dalam peristiwa bisnis dilapangan, tak jarang kita melihat bisnis yang ngotot untuk tidak buka cabang. Hanya menguatkan di satu titik. Mengelola market existingnya dengan tekun. Walau tetangganya yang produk bisnisnya sama, sudah buka cabang dimana-mana.

Selang 5-7 tahun, si bisnis yang hanya 1 cabang makin eksis dan berhasil meluaskan outletnya, sementara sang bisnis yang awalnya membuka puluhan cabang akhirnya tutup satu demi satu, termasuk outlet pertamanya.

Terkadang kita terdistraksi dengan pertarungan yang tidak seharusnya kita masuki. Terkadang kita terprovokasi untuk mengajak organisasi berlari disaat organisasi masih memiliki kaki balita.

Terkadang kita terkecoh fokus, memberikan perhatian pada sesuatu yang tidak seharusnya kita perhatikan. Melakukan sesuatu yang tidak seharusnya kita lakukan. Menerapkan strategi yang bukan DNA organisasi bisnis kita.

Energi habis.
Waktu habis.
Dan yang jelas makin jauh dari kemenangan.


Ada dua pedagang online. Sama-sama berada di linimasa. Saling berteman. Bisa saling melihat postingan status. Berjualan produk di kategori produk yang sama. Beda brand. Anggaplah si A dan si B.

Si A berjualan, sudah 2 tahun. 24 bulan. Punya pelanggan tetap. Berkisar 4.000 pcs per bulan. Suatu hari si A melihat postingan si B.

“Alhamdulillah, 87.000 pcs terjual habis. Makasih ya tim”

Hati si A remuk, emosi meninggi, semua orang salah, semua pihak salah, pasangan juga kena damprat. 

Pelanggan yang setia terlupakan. Development produk jadi terbengkalai. Layanan jadi makin alakadarnya.

Angka 4.000 pcs per bulan bagi dia menjadi tidak ada artinya. Kesal. Rasa syukur akhirnya hilang begitu saja.

Anda bisa tebak ujungnya. Kira-kira bagaimana nasib si A.

Walau kisah terakhir ini adalah kisah fiksi. Rasanya perlu kita resapi bersama. 

Mau fokus sama orang lain? Atau mau fokus pada cita-cita mulia?

Semoga Anda memilih titik fokus yang tepat.

Di kalangan pebisnis sering terjadi saling ukur. Bisnismu sudah sampai mana, salesmu gimana, cabangmu berapa. Beberapa pebisnis juga terkadang menghitung periode bisnis yang sudah berjalan. Kamu mulai dari tahun berapa? Berapa lama usia bisnisnya?

Hal yang paling menguji perasaan adalah ketika dalam durasi perjalanan bisnis yang sama, seorang pebisnis harus mendapati sahabatnya 100x lebih maju. Padahal usianya sama, mulai bisnisnya sama, pelatihannya sama, bahkan kampusnya pun sama.

Jika hal itu terjadi pada diri kita, hal apa yang sekiranya terlintas di benak kita? Dengki dengan pertumbuhan sahabat sendiri? Atau kemudian mengevaluasi diri sendiri?

Ada baiknya memang kita mengevaluasi diri sendiri, dan ijinkan di hari ini, Saya menghadirkan petunjuk langit yang semoga berkenaan dengan kisah diatas.


Dan sekiranya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya niscaya mereka akan berbuat melampaui batas di bumi, tetapi Dia menurunkan dengan ukuran yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Mahateliti terhadap (keadaan) hamba-hamba-Nya, Maha Melihat. – Qs Surah Asy-Syuraa, Ayah 27

Ayat ini nampaknya dapat menjadi bahan renungan mendalam. Allah subhanahuwata’ala sangat mampu melapangkan rezeki hambaNya. Saya dan Anda. Sangat mampu untuk dilapangkan rezekinya oleh Allah Subhanahuwata’ala. Yabshutur rizqo limanyasya, pada ayat yang lain, Allah subhanahu wata’ala sangat mampu melapangkan.

Namun disisi lain, Allah yang Maha Mengetahui juga sangat mengerti kualitas hambaNya. ada sebagian Hamba Allah, yang ketika dilapangkan dunia atasnya, hamba tersebut akan masuk pada labagaw fil ardh, bertindak melampui batas di muka bumi : sombong, zalim, mudah menyakiti perasaan orang lain, lepas dari shalat berjamaah, zina, khamar dan kawanan maksiat lainnya.

Oleh karenanya kemudian Allah “mengkadarkan” rezekinya untuk hambanya. Yunazzilu bi qodarin. Diturunkanlah rezeki dengan kadar ukuran tertentu, diturunkanlah rezeki dengan kadar tertentu, diturunkanlah rizki pada besaran level tertentu. yang pada level ini, seorang hamba tetap aman dalam iman.

Allah menutup ayat ini dengan kuncian asmaNya :

innahu bi’ibadihi… sesungguhnya Allah terhadap hamba-hambaNya…

Khabirun Bashirun. Maha Melihat dengan sangat cermat-detail-akurat.

Maka ukuran rezeki yang kita dapatkan sebenarnya berbanding lurus dengan kapasitas yang Allah ukurkan pada diri kita. Allah membatasi rezeki yang diturunkannya, guna menyelematkan hambaNya dari bermaksiat di muka bumi. Maka dititik inilah renungan mendalam yang harusnya kita lakukan.


Saya suka mengajak berfikir terbalik, atau berfikir dua arah. Dari depan ke belakang, lalu dari belakang kedepan.

Jika Allah membatasi rezeki yang turun kepada hambaNya dikarenakan ketidaksanggupan hambaNya untuk hidup tidak melampui batas, maka sebenarnya kitalah yang membatasi rezeki itu sendiri. 

Lho, kok bisa?

Begini, seseorang memiliki penghasilan 7 juta per bulan. Suami bekerja, istri fokus di rumah, belum ada anak. Uang segitu harus dihemat sedemikian rupa agar bisa bertahan hingga akhir bulan.

Ada satu hal yang kurang didalam rumah tangga mereka. Sang suami jarang shalat ke masjid, sang istri juga sering menyepelekan shalat. Untuk urusan birrul walidain, keduanya cuek dengan orang tua. Dengan orang tuanya saja cuek, apalagi anak yatim yang ada di lingkungan.

Alasannya sibuk mencicil rumah, sibuk mencicil kendaraan, harus memanage keuangan secara ketat. Katanya begitu.

Mari kita renungkan bersama, jika diberi rezeki 7 juta saja tidak ke masjid, padahal faham shalat berjamaah di masjid wajib bagi laki-laki. Jika diberi rezeki 7 juta saja tidak pernah membantu orang tua. Jika diberi rezeki 7 juta saja tidak bangun malam, bagaimana mau diberi banyak?

Maka sangat benar jika ada teori bahwa rezeki yang Allah berikan sangatlah berkesesuaian dengan kapasitas yang ada.

Jika diri kita dinilai Allah siap, Jika diri kita dinilai Allah layak, InsyaAllah, Allah akan melapangkan rezeki pada kehidupan kita. 

Jika Allah menyayangi kita, jika Allah mencintai kita sebagai hamba, maka Allah tidak akan rela jika hamba yang dicintainya terbuai dunia. Disinilah terjadi pengkadaran.

Oleh karenanya, dibatasi nya rezeki yang diturunkan, adalah buah dari diri kita yang membatasi nya. Kita tidak mempersiapkan diri ini untuk layak diberi amanah rizky oleh Allah.


Secara teknis, hal ini juga berkesesuaian pada logika bisnis. Bagaimana Anda mau mengelola 100 customer, jika mengelola 20 customer saja berantakan.

Bagaimana Anda mau menerima banyak rezeki, sementara organisasi Anda enggan merekrut manusia terbaik?

Bagaimana Anda mau beroperasi dengan banyak cabang, jika untuk 1 cabang saja, Anda tidak punya standard sistem yang baik?

Bagaimana Anda mau menadah rezeki yang turun dari langit, jika wadah penadahnya tidak disiapkan?

Akhirnya semua terjawab. Mentoknya kita hari ini, terbatasnya pertumbuhan kita hari ini, terkadarnya rezeki kita hari ini, tertakarnya rezeki kita hari ini, adalah buah dari kualitas diri dan organisasi bisnis yang memang belum layak diberi lebih.

Maka alangkah baiknya kita sama-sama menyiapkan tadahan rizky yang besar.

Tekun mengelola hal-hal kecil secara seksama sedari sekarang.

Menjaga adab dan kesantunan terhadap sesama, menahan diri untuk tidak menyakiti perasaan orang lain.

Menyiapkan organisasi bisnis untuk tumbuh besar, mendidik tim dengan tekun, mau berinvestasi waktu untuk mendengarkan tim, siap dikritik, siap dievaluasi, siap meillihat kedalam diri.

Membangun hubungan baik, membangun ekosistem, menjaga asset hubungan sedari kecil, guna menyiapkan sesuatu yang besar dimasa depan nanti.

InsyaAllah jika terus memperbaiki diri, InsyaAllah jika kita terus tekun, insyaAllah jika kita serius meyakinkan Allah bahwa kita siap menerima besar, insyaAllah… Allah akan melapangkan dunia ini untuk kita.

Yakinkan Dia…
Dari sekarang…
Mulai dari hal-hal kecil…

Karena bisnis sukses merupakan sebuah ramuan RESEP KOMPLIT…

Beberapa hari yang lalu Saya diminta bantuan oleh seorang sahabat. Beliau mengajak Saya ke outlet bisnisnya. Seperti biasa, beliau meminta masukkan atas bisnisnya.

Kebetulan awal tahun ini Saya memang menjeda agenda. Ada waktu sedikit luang untuk membantu sahabat dekat. Namun jangan salah faham, Saya bukan konselor bisnis profesional, tidak ada bayar-bayar.

Saya mulai menyimak outletnya, lalu kemudian mencoba merasakan produknya. Karena ini bukan domisili Saya, maka Saya mengajaknya untuk survey ke outlet bisnis lain yang memiliki jenis produk yang sama.

Beliau langsung menunjuk satu dua outlet yang relatif ramai :

“Ada kang, saya bawa ke outlet sejenis yang ramai ya.”

Maka pergilah kami ke outlet yang menjual produk di kategori yang sama. Ramai memang. Antrian pembeli relatif tidak berhenti. Saya pun penasaran, nampaknya produk di outlet ini relatif lebih bisa diterima oleh market.

Saya pun mencoba produknya, kami ada beberapa orang yang juga mencoba produk pesaing. Beberapa orang yang juga pernah mencoba produk kami. Dan disini Saya mendapatkan kesadaran yang mendalam.

Dari segi size, produk pesaing lebih kecil. Dan dari segi rasa, produk pesaing ini sangat sangat jauh dari produk sahabat Saya. Ini bukan karena produk tersebut adalah produk sahabat, Saya pun bertanya pada beberapa teman yang mudah-mudahan objektif, jawabannya sama. Produk sahabat lebih unggul dari semua hal.

Fakta yang kami temukan demikian. Beliau kuat di sisi produk, tetapi mengapa pengunjungnya mengalami stagnansi. Akhirnya Saya berdiri lama di depan outlet pesaing, dan ada yang sahabat Saya tidak miliki : LOKASI yang memiliki TRAFFIC.

Saya berdiri lama didepan outlet pesaing. Didepannya jalan utama yang dilalui jalur angkot. Jalan nya pun tidak memiliki pembatas jalan di tengah lajur, sehingga market dari arah manapun bisa langsung parkir didepan outlet. Kanan dan kirinya pun outlet kuliner, nampak memang disini pasarnya kuliner.

Saya membandingkan dengan outlet sahabat Saya yang relatif terkunci di sisi traffic. Saya tidak bisa bercerita banyak, tetapi ada beberapa barrier yang menunjukkan sulitnya pengunjung mengakses.

Hasil temuan ini akhirnya mendorong kami pindah lokasi. Tidak ada perdebatan lagi, produk sahabat ini lebih enak dari segi manapun, nampak lokasi yang menjadi hambatan.


Sahabat, pelajaran diatas membawa Saya pada sebuah pemahaman mendalam bahwa bisnis adalah akumulasi dari berbagai ramuan bahan baku keberhasilan.

Produk bagus, namun Anda juga butuh arus pasar yang mendukung. Sebaliknya, traffic lancar, tetapi Anda juga harus memiliki produk yang OK. 

Bukan cuma produk dan traffic, Anda juga harus mempersiapkan tim yang bisa melayani, Anda harus bisa membangun sistem yang memastikan proses bisnis berjalan, bahkan Anda juga dituntut untuk membangun pola keuangan yang sehat. Disiplin pada belanja operasi dan penggunaan profit sebagai bahan bakar pertumbuhan.

Intinya seperti resep makanan. Yang membuat mie ayam enak itu bukan hanya mie nya. Tetapi ayamnya, bumbunya, bahan-bahan yang bercampur pada mie ayam tersebut. Kita berbicara puluhan bahan masakan. Kita berbicara tentang banyaknya variabel yang berpengaruh.

Maka berhentilah menutup diri dari evaluasi. Terkadang kita tidak siap melihat hal lain.

“Produkku ini kurang enak apa, boleh diadu kelezatannya sama produk lain!”

“Tim Saya ini kurang canggih apa, Saya rekrut dari multi national corporate lho!”

“Jalan depan outlet Saya ramai lho, traffic gak usah ditanya!”

Mau apapun alasan Anda hari ini, tetap saja faktanya outlet Anda stuck. Iya kan? Lihat saja pada faktanya. Traffic sepi, capaian sales rendah, user yang sudah membeli produk Anda lalu tidak membeli lagi. Ya begitu kan faktanya?

Disinilah kesadaran itu penting : bisnis adalah ramuan RESEP KOMPLIT. Jika ada bahan baku yang tidak lengkap, rasa akan berbeda. Maka pastikan resepnya komplit.

Tidak ada rumus baku teknis bisnis yang dijamin berhasil, semua bisnis menemukan resep komplitnya sendiri. Kalau ada orang yang berjualan teknik bisnis yang dijamin berhasil maka sebenarnya orang itu tidak paham bisnis.


Diatas kita berbicara tentang masalah teknis, namun sebenarnya RESEP KOMPLIT bisnis ini huga terkait dengan hal-hal non-teknis. Lebih tepatnya spritual-metafisik. 

Bagaimana adab dengan orang tua.

Bagaimana adab dengan pasangan.

Bagaimana adab dengan anak-anak.

Dan yang paling mendasar adalah bagaimana adab dengan RABB yang menggenggam semesta alam.

Banyak pelajaran yang Saya dapatkan dari melihat kehidupan orang lain, sahabat, bahkan kehidupan diri sendiri. Bahwa hal non teknis inilah yang terkadang berpengaruh sangat besar kepada bisnis atau pencapaian kehidupan kita.

Selagi sadar, hentikan sikap menyakiti perasaan orang lain.

Selagi sadar, pastikan semua operasi bisnis dihadirkan cermat, agar tidak menyakiti pelanggan.

Selagi sadar, kurang-kurangi membenci, bersangka buruk, membangun permusuhan, bahkan masuk pada konflik yang seharusnya tidak perlu kita masuki.

Allah yang Maha Adil ini membangun semesta dengan sifatnya yang setimbang. Maka apapun yang kita lakukan, apapun, sekecil dan seringan apapun tindakannya, akan dihitung, dipertanggung jawabkan, dibalas… sebagiannya didunia dan ditunaikan lengkap di akhirat.

wallahu a’lam bishowab.