Pertanyaan ini mungkin ada di benak Anda semua saat ini, perkara bela membela. Dalam situasi sosial budaya dan politik yang carut marut saat ini, seolah permasalahan ini tak kunjung selesai. Keberpihakan diantara masyarakat seakan di paksakan. Oleh siapa? Tentunya oleh yang berkepentingan dalam mendapatkan segala sesuatu dari masyarakat banyak.
Dalam situasi pandemi yang tak kunjung usai, bahkan menunjukkan tren yang tidak akan pernah turun. Hal ini patutlah di sesalkan oleh kita semua. Karena kontenstansi dan konstelasi politik yang harusnya selesai setelah pemenang pilpres kemarin diumumkan. Tetapi polarisasi di kalangan ummat, makin hari makin melebar dan sudah susah dikendalikan dengan akal sehat.
Terlebih lagi memang ada kelompok-kelompok yang memang di pelihara oleh salah satu kubu, untuk menjatuhkan kelompok lain.
Sebagai masyarakat bawah, saya cukup kesal dengan kondisi ini. Kapan kita semua bisa bekerja dengan tenang dan membangun negeri ini tanpa kebencian dan keserakahan.
Seolah olah, yang berkuasa di negeri ini semakin hari semakin menunjukkan kepada rakyat. “Aku inilah penguasa kalian, kalian harus tunduk patuh pada semua aturanku, walaupun anak buahku melakukan pencurian dan perampokan kepada negara ini. Ini negara-negaraku, kalian yang tidak suka padaku, silahkan enyah dari Indonesia!”
Maka semakin hari, kita di perlihatkan tindakan-tindakan bodoh yang mengatasnamakan pancasila dan melegalkan kalau tidak boleh dikatakan “merestui” segala bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Kita semakin terbiasa mendengar ketidak adilan yang di praktekkan oleh penguasa, hari demi hari. Dengan kecongkakan dan kesombongan para buzzer yang merasa dirinya Tuhan.
Demokrasi yang sudah tidak lagi Sehat. Sangat miris. Itu diajarkan oleh orang-orang yang bergelar Profesor. “Begini loh, cara menjilat penguasa itu?”, “Begini loh, cara maling uang rakyat yang aman tuh”.
Ditambah lagi peraturan-peraturan yang membebani rakyat, mulai dari iuran BPJS Kesehatan dan seterusnya. Kenaikan tarif listrik dan BBM yang tidak berpihak pada rakyat. Dan seolah semua itu tertutupi dengan mulut kotor para buzzer. Sungguh jijik saya semakin hari tinggal di negeri ini. Apa yang terjadi seolah bertentangan dan sangat berlawanan dengan akal sehat saya. Percuma saya kuliah susah-susah sampai S2. Toh negeri ini tak butuh orang pinter. Yang dibutuhkan negeri ini adalah manusia-manusia penjilat dan rakus, yang tak tahu lagi mana hal-hal yang baik dan buruk, tidak bisa membedakan dan seolah tidak perduli dengan kebaikan.
Kata-kata jujur sudah terlalu asing di negeri ini.
Kejujuran yang seharusnya di bela, entah pergi kemana, aku tak tahu.
Entah sampai kapan kondisi negeriku akan seperti ini. Hanya Alloh SWT yang tahu. Semoga semua ini adalah mimpi buruk yang akan berlalu secepatnya. Amin.
Bandung – Akhir tahun 2020
Follow Me!