Mendengar judul diatas, mungkin persepsi Anda akan beragam, tergantung terhadap cara pandang dan pola berpikir Anda. Tetapi marilah kita pandang hal tersebut dari sisi yang lain dan tidak mengedepankan emosi dan fanatisme sesaat.

Ada yang menganggap kata-kata di atas terlalu vulgar untuk di ucapkan atau diungkapkan. Tetapi memang kenyataannya, akhir-akhir ini adalah seperti itu yang terjadi. Mau tidak mau, suka tidak suka, memang seperti itulah kenyataannya. Mulai dari barang dagangan yang sifatnya nyata sampai yang tidak nyata. Nah, yang tidak nyata itu, sekarang sedang laris manis.
Apa itu?
Dibawah ini akan saya bahas satu persatu komoditas berita yang melibatkan ummat Islam.

1. Pelecehan dan penistaan agama

Hal ini sebenarnya sudah berlaku semenjak jaman Nabi SAW sendiri sudah diutus. Itu sudah dilakukan oleh kaum musyrikin Mekkah ketika itu. Bahkan sebelum Nabi SAW di utus ke dunia. Pelecehan itu sudah terjadi sejak jaman Nabi Nuh AS, Luth AS, Sholeh AS, Ibrahim AS, Musa AS bahkan Isa AS.

Ketika Nabi-nabi itu di utus ke atas kaumnya, kebanyakan kaumnya mengatakan, “Mengapa Tuhan memilih kamu sebagai utusan? Tidakkah Dia bisa menunjuk seseorang yang lebih baik dari kamu? Atau mengapa Tuhan tidak mengutus malaikat saja yang suci?” Begitulah ejekan dan celaan yang menghinggapi para Nabi tersebut dalam berdakwah. Jangankan mau menyampaikan kitab suci yang dibawanya, mau bicara saja kaumnya sudah mencibir dan menghina, bahkan mengusir dari perkampungannya. Apakah lalu Nabi-Nabi tersebut marah? Apakah mereka juga membalas cacian dan hinaan mereka?

Kalau itu terjadi, tidak mungkin Nabi Nuh AS bisa berdakwah selama 950 (sembilan ratus lima puluh tahun) dan menghasilkan hanya 83 pengikut saja. Tidak mungkin Nabi Ibrahim harus rela di bakar di dalam kubangan api yang menyala-nyala. Tidak mungkin Nabi Musa juga bertindak demikian.

Pertanyaannya adalah apakah kita harus melawan atau diam, ketika hinaan itu menimpa agama dan kitab suci kita? Nah, disinilah ada perbedaan pendapat diantara para ulama dan fuqoha. Kalau ulama syariat, jelas dia akan marah dan menuntut balas, bahkan akan menjatuhkan fatwa hukuman mati bagi penghina Islam dan kitab sucinya. Lalu, bagaimana tanggapan ulama haqqoni atau hakikat?

Saya tidak sedang mewakili pendapat mereka, karena memang level saya belumlah (dan bahkan jauh) dengan mereka. Tetapi saya yakin seyakin-yakinnya, bahwa mereka akan sependapat dengan saya. Terserah, saya mau dikatakan munafik atau apa, itu hanyalah diri saya dan Allah Yang Maha Mengetahuinya.

Apa yang dilakukan ulama haqqoni ketika ada seseorang melecehkan atribut dan simbol Islam adalah sebagai berikut :

  1. Tabayyun
    Memanggil si penghina / pelaku pelecehan, apakah benar apa yang dilakukannya. Bila tidak, maka mengklarifikasi kepada pihak pembuat berita, mengapa pemberitaan bisa jadi seperti itu. Dan bila ternyata tindakannya tersebut benar-benar tidak disengaja dan orangnya sudah minta maaf. Maka kita maafkan. Karena salah satu sifat orang beriman adalah pemaaf kepada manusia jenis apa pun, tanpa pandang bulu.
  2. Bermusyawarah
    Hal ini jelas, karena dia adalah salah satu elemen masyarakat yang berfungsi sebagai panutan dan ikutan. Jangan sampai masyarakat menjadi bimbang dan tanpa arah.
  3. Bertindak dengan tidak berlebihan
    Tidakan adalah perlu kepada si penghina. Tetapi harus dilakukan sewajarnya, karena Allah pun tidak suka tindakan berlebihan, apalagi sampai membalas cacian dan hinaan orang yang menghina. Tindakan yang tidak berlebihan itu cukuplah memboikot si penghina dari aktifitasnya sehari-hari, misalnya melalui media sosial, kita bisa me-unfollow akun fb, twitter atau instagramnya, dan seterusnya.
  4. Berdoa
    Tindakan demo ke jalan. Menurut saya, itu perbuatan mubazir. Karena kita yang seharusnya produktif, menjadi kontra-produktif. Demo efektif adalah mengumpulkan orang ke masjid, shalat hajat dan istigosah diteruskan dengan tahajjud, agar Allah memberi hidayah, atau menghancurkan si penghina Islam tersebut. Doa adalah senjata ummat Islam. Ketika Rasulullah SAW ditimpa kesusahan, beliau selalu shalat, dan memerintahkan keluarganya untuk melakukan demikian.

2. Perpecahan di kalangan ummat

Ini dia yang paling disenangi oleh orang-orang di luar Islam, yakni ketika ummat Islam mulai berpecah-belah. Padahal Allah SWT tidak akan memandang lagi kepada ummat, jika mereka berpecah-belah. Sebuah Hadits Nabi SAW yang mahfumnya berbunyi,

Dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah SAW bersabda, “Bila ummatku mengagungkan keduniaan, maka tercabutlah kehebatan Islam, bila berhenti dari amar makruf nahi munkar, maka diharamkan atas keberkahan wahyu, dan jika caci-mencaci satu sama lain, maka terlepas dari pandangan Allah.
(al-hadits)

Dari hadits tersebut ada 3 hal yang akan melemahkan ummat Islam, yaitu :

  1. Mengagungkan keduniaan
  2. Melalaikan Dakwah
  3. Saling caci antar saudara

a. Mengagungkan keduniaan

Ini jelas, karena hatinya sudah dihinggapi kecintaan kepada dunia, maka segala tindakannya akan sejalan dengan apa yang diagungkannya. Ummat Islam akan mudah silau oleh dunia, keberhasilan dunia, fasilitas dan kemewahan dunia, sehingga bila hal ini menghinggapi ummat Islam. Maka, ummat tidak akan lagi bisa berfikiran jernih bila hal itu menyangkut dunia (baca : UANG). Ummat Islam akan mudah terombang-ambing, antara menyelamatkan akidah dan menyelematkan perutnya masing-masing. Hal ini akan mendukung faktor kelemahan di poin 3.

b. Melalaikan Dakwah

Apakah ustad dan kyai kita tidak berdakwah saat ini? Kyai dan para asatid (ustadz) mungkin sudah berdakwah. Tetapi keseluruhan ummat adalah juga wajib dakwah. Karena hukum dakwah itu adalah wajib, semuga orang Islam harus berdakwah. Bila tidak berdakwah, maka dia berdosa.
Parameter dakwah ini adalah :

  • Dakwah dengan kekuasaan/perbuatan
  • Dakwah dengan perkataan
  • Membenci dalam hati akan kemaksiatan

Jika orang awam Islam itu haruslah minimal membenci kemaksiatan tersebut. Bila benci akan maksiat ini sudah tidak ada lagi dalam diri ummat, maka ummat ini kehilangan iman, dan juga berimbas kepada marwah (kehormatannya)

c. Saling Mencaci satu sama lain

Ini nih yang paling sering terjadi belakangan ini. Bahkan Ustd Yusuf Mansur dengan sinis menyindir dalam situsnya. Orang ini sifatnya adalah kanibal, bahkah lebih parah lagi, yakni memakan bangkai saudaranya sendiri. Hal ini adalah larangan keras di jaman Rasulullah SAW, tetapi kita lakukan hari demi hari, hanya karena saudara kita itu tidak sependapat dengan kita. Hanya karena perbedaan yang tidak prinsip, kita tega mengatakannya sesat, bid’ah, kurofat, kafir, laknat dan entah kata-kata apalagi yang bisa menyakiti hati seseorang lebih buruk dari itu?

Syaidina Umar r.a dan Abu Hurairah r.a. pernah berbeda pendapat dalam suatu peristiwa, tetapi tidak mengatannya dia sesat dan ahlul bid’ah. Hal ini terjadi ketika Rasulullah SAW menyampaikan sabdanya.

“Wahai Abu Hurairah, semua umatku akan masuk surga. Bahwa orang yang pernah mengucapkan Laa ilaha illallah muhammadur rasulullah, akan masuk surga pada akhirnya…”

Kemudian Abu Hurairah mengumumkan hadits ini di pasar. Nah, dipasar dia berjumpa dengan Umar r.a, Umar tidak suka dengan cara Abu Hurairah ini dan memukul dadanya sampai Abu Hurairah r.a terjengkang ke tanah. Abu Hurairah tidak membalas, dan malah memaafkan Umar r.a.

Hal itulah yang sekarang ini hilang dari diri ummat Islam. Saling memaafkan dan bersilaturahmi, sehingga mudah di adu domba oleh pihak-pihak di luar Islam. Sehingga sampai sekarang umat Islam menjadi komoditas berita yang sangat sukses dan menjanjikan.

3. Kyai atau Ustad mbeling

Tidak bisa dipungkiri memang. Kyai atau Ustad juga manusia biasa seperti kita. Tetapi kita tidak lantas menghakimi mereka bahwa mereka itu Kyai atau Ustad Suu’ (buruk) dan lalu kita tidak mengikuti nasihat dan dakwahnya kepada kita. Menjadi Ustad atau Kyai adalah bukan profesi yang langsung menghasilkan uang, karena pahala dakwah adalah langsung dari Allah. Kalau pun mereka menjadi orang-orang yang kaya. Kita tidak boleh langsung menghakimi bahwa mereka adalah Ustad dan Kyai bayaran. Walaupun memang kenyataannya ada yang seperti itu, tetapi itulah sesungguhnya aib kita bersama. Kita wajib menghadirkan ulama-ulama, ustad-ustad dan kyai-kyai rusydi yang mendapatkan petunjuk, dengan mengirimkan anak-anak kita ke pondok pesantren.

Apakah kita harus tutup mata terhadap sepak terjang mereka? Jawab saya YA. Selagi kita tidak bisa bertabayyun kepada beliau yang berbuat seperti itu.

4. Penipuan atas nama agama

Kalau ini adalah orang-orang yang menjadikan agama sebagai kedok, bisa atas nama padepokan ruhani, atau kesaktian atau apa pun. Dengan motivasi apa pun tindakan-tindakan tersebut akan berimbas ke eksternal umat Islam. Orang diluar Islam akan mengatakan, “Tuh, Islam itu cuma kedoknya saja, asli nya mah, sama dengan kita-kita, penipu…”.

Kasus Padepokan DK dan Padepokan AG adalah salah satu contoh kasus ini, menggunakan kekuatan spiritual agama untuk mengelabui atau menipu orang lain.

Kesimpulan dan Saran

Pembaca budiman, Umat Islam akan terus seperti ini, bila kita semua tidak islah dan memperbaiki diri (instropeksi). Apakah kekurangan diri kita masing-masing. Jangan hanya memandang aib orang lain, pandanglah aib dirimu sendiri. Bukan ranah kita menghukumi seseorang itu baik atau buruk, tetapi itu hak Allah SWT sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di dua alam ini.

Sudah bukan jamannya lagi kita saling menyalahkan dan merasa benar sendiri, baik itu urusan ibadah maupun muamalah.

Sesama umat dan saudara seiman, kita harus mengedepankan akhlaqul karimah dan legowo (saling mengikhlaskan) bila ada saudara kita berbuat kesalahan. Jangan malah di bully dan di caci maki di media sosial.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Al – Hujurat (59) ayat 11)

Wallahu a’lam bishowab.